[Review] Remember Dhaka

on Jumat, 16 Januari 2015



Judul : Remember Dhaka – Ketika cinta datang dengan cara tak biasa
Nama Penulis : Dy Lunaly
Penyunting : Ikhdah Henny
Perancang Sampul : Reina S.
Ilustrasi Sampul : Shutterstock
Pemeriksa Aksara : Neneng & Veronika Neni
Penerbit : Bentang Belia
Tanggal Terbit : Januari 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-9397-64-2

Sinopsis :
Di antara dunia baruku yang absurd,
aku menemukanmu.

Di antara semrawutnya kota ini,
kamu datang seperti peri.

Kurasa, kamu jadi alasan terbesarku
bisa dan mau bertahan disini.

Dhaka, tak pernah sekali pun terpikir
olehku sebelumnya.

Bersama kamu, aku bisa menemukan diriku.

Karena kamu, kota ini jauh lebih hidup di mataku.

Jadi, tetaplah di sini.
Tetaplah indah seperti peri.

“Kita akan pergi, bisa pergi ke mana saja dan sejauh apa pun yang kita inginkan. Tapi, kenangan, kenangan dari setiap perjalanan, tempat, kejadian dan orang yang kita temui selama perjalanan itu akan tertinggal dan terbawa bersama kita selamanya, kenangan.” (hlm. 189)
Pertama baca judulnya ‘Remember Dhaka’ kukira Dhaka itu nama orang. Eh, ternyata itu salah satu nama kota yang ada di Bangladesh. Yahh…salah fokus ternyata. Dimaklumi aja ya.

Nggak selamanya baca novel romance itu ngebosesin. Trust me! No. Setiap novel romance itu punya ciri khas sendiri. Punya keunikan tersendiri, yang bakalan buat kamu takjub dan nggak henti-hentinya berdecak kagum. Buktinya? Remember Dhaka ini misalnya. Kalian bakal menemukan hal yang sama sekali tak terduga dalam novel ini.

Jika murid high school kebanyakan rajin, patuh sama peraturan sekolah, nggak bandel karena takut di hukum guru, menjadi anak yang terlihat baik di depan guru agar nilainya nggak C, tapi tidak untuk Juna. Arjuna Indra Alamsjah. Yang sangat benci sekolah. Kalaupun ada, yang ia rindukan hanyalah bagian berbuat kekacauan dan mengisengi siswa lainnya. Dan nggak ada yang berani melawannya.

Juna, digambarkan dengan karakter yang kacau, naughty, sombong dan membanggakan nama keluarganya. The Alamsjah. Yang memiliki power dalam bidang bisnis yang menggurita dan selalu masuk dalam daftar lima keluarga terkaya di Indonesia.

Puncak konflik-nya menurut saya saat Juna lulus dari high school. Dan membanggakan bahwa dirinya tidak harus bangun pagi-pagi lagi.

“No more school! No need to wake up early in the morning so I can party all night along and no need to do the homework.” (hlm. 02)
Tanpa ia ketahui, bahwa petualangan hidupnya baru saja dimulai. Rencana yang sudah ia susun untuk Euro Trip bersama gengnya batal karena kakaknya. Kak Agni—kakak Juna mengharuskan Juna untuk Volunteer trip ke Dhaka selama satu bulan.

Belum apa-apa saya sudah mendapatkan pesan moral dari novel ini. Bahwa kita harus belajar menghargai uang, menghargai yang namanya kerja keras dan usaha, juga belajar tentang kehidupan di luar keluarga yang kita miliki. Keluar dari zona nyaman kita selama ini.

“Ambil dan coba lihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.” (hlm. 16)

Setting yang diangkat penulis benar-benar digambarkan dengan jelas. Saat membaca novel ini ketika Juna sudah berada di Dhaka, saya juga merasa sudah tidak di Indonesia lagi. Tapi di Dhaka. Kota yang penuh dengan rickshaw. Becak berwarna-warni penuh lukisan yang meriah dengan berbagai macam hiasan, orang-orang berkulit hitam, dll. Saya berasa di ajak ‘jalan-jalan’ oleh penulisnya ke Dhaka. Amazing!

By the way, Dhaka adalah salah satu kota besar yang ada di Bangladesh. Disana Juna bertemu dengan Emma. Seseorang yang akan membimbingnya selama di Dhaka. Gadis dengan kulit pucat dan rambut keperakan yang seperti peri. Di Dhaka pula, ia akan menjadi seorang guru untuk anak-anak.
“Teaching ? This ia a joke, right ? I can’t it! I hate study.” (hlm. 10)
Di Dhaka ia menemukan banyak teman. Banyak pelajaran hidup, yang mungkin tidak ia temukan saat ia bersama geng-nya.

Oh, ya, di novel ini ada banyak mimpi yang ingin di raih. Oleh anak-anak, Emma, teman-teman Juna, dan Juna sendiri. Tapi saya punya nasehat untuk kalian.

“Kita nggak tahu ke mana hidup akan membawa kita. Yang bisa kita lakukan hanyalah berjalan mengikuti jalan-jalan kecil yang ditunjukkan oleh semesta dengan sekuat tenaga dan sebaik-baiknya. Biarkan akhir perjalanan ini yang mengejutkanmu. Masa depan.” (hlm.196)

Jadi intinya => “Mimpi itu bukan masalah apakah bisa terwujud atau tidak. Tapi, bagaimana kita berusaha untuk mewujudkannya.” (hlm. 178) Lagi pula => “Ada yang lebih penting dari menemukan mimpimu, menjalani hidup dengan berusaha sebaik mungkin.” (hlm. 179) Don’t forget it !

Banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapat dari novel ini. Tentang ketulusan, pengorbanan, mimpi, dll yang tidak mungkin saya ceritakan satu persatu disini. Bakal panjang ceritanya dan saya yakin nggak kelar-kelar. Nah, buat kamu yang suka baca buku, genre apapun itu, saya merekomendasikan novel ini untuk kalian.

Last but not least, saya menyematkan 4 dari 5 bintang untuk novel ini. Good job !

2 komentar:

  1. *Kedip2 mata nyoba nginget2...
    Aaa~ ini kemarin mejeng di rak buku sepupu. Ga nyangka kalau ceritanya kaya gini, kalau gini aku pinjem pas liburan kemarin.
    .
    Sama, malah kemarin aku kira Dhaka itu tokoh utamanya *salah juga si ga liat bagian blkg buku. Apalagi aura (?) cover-nya lembut gimana gitu, fix! ini cerita cinta-cintaan anak sekolahan, menye-menye dan kawan-kawannya yang lain *Ok, jangan liat buku dari sampulnya doang.
    .
    Oya, cara penulis menceritakan ceritanya gimanaya? -maksud aku itu kaya, menggunakan sudut pandang apa aja gitu?.

    BalasHapus
  2. Aku baru baca buku ini bulan November 2015. Sudah agak telat sih, tapi buku gak ada masa kadaluwara nya, kan? xD seperti kata kak Rany, setiap buku pasti punya keunikan tersendiri. Misalnya buku ini, yang menurutku paling 'ajaib' diantara karya kak Dy Lunaly lainnya. Bersetting di luar negeri dengan alur dan konflik yang berbeda, membuat buku ini terlihat fresh di rak bukuku.

    Membaca buku ini layaknya menonton FTV. Bedanya, kita dapat lebih merasakan 'feel' sang tokoh utama karena memakai POV 1. Kita dapat menyaksikan bagaimana sang tokoh berubah, menjadi lebih dewasa, lebih bijaksana, dan pasti lebih baik dari sebelumnya. Terutama ada bagian 'speak up', dimana dia dapat mengeksplor pemikirannya kepada orang banyak dalam dunia maya.

    Aku suka dengan cerita yang tertuang dalam buku ini. Sangat nyata, dan apa adanya. Hanya saja, menurutku puncak konfliknya bukan saat Juna lulus dari high school. Itu merupakan konflik awal, yang dapat melebar sehingga menimbulkan konflik-konflik lainnya. Sedangkan puncaknya, yaitu saat Juna bertengkar dengan Emma karena 'suatu hal', dan penyelesaiannya membuat Juna sepenuhnya sadar akan arti hidup, uang, dan kerja keras.

    By the way, aku suka dengan karya-karya kak Dy Lunaly karena selalu mempunyai moral value yang kuat. Yah, walaupun aku belum baca My Wedding Dress sih :p

    BalasHapus